SELAMAT DATANG DI BLOG AJI TUNGGA

Minggu, 26 Februari 2012

METEOROLOGI TROPIS


BAB I PENDAHULUAN METEOROLOGI TROPIS
1.  Definisi
Meteorologi adalah ilmu yang mempelajari tentang keadaan atmosfer (cuaca) gejala fisis dan dinamisnya serta fenomena-fenomena yang berkaitan dengan cuaca. Ilmu ini merupakan salah satu cabang ilmu dari Geofisika yang mempelajari tentang bumi secara keseluruhan. Meteorologi mempelajari atmosfer dari permukaan sampai dengan ketinggian tropopause, karena pada level ini merupakan batas dari gejala/fenomena cuaca. Terkait dengan pembelajaran atmosfer secara vertical, untuk mempelajari meteorologi maka diperlukan observasi cuaca secara global, ini terkait dengan sifat atmosfer yang sifatnya fluida sehingga mempengaruhi dengan sekitarnya. Namun dalam prakteknya tentu sifat atmosfer ditiap tempat memiliki keunikan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan klasifikasi untuk mempermudah dalam mempelajarinya. Salah satu bahasan yang dipelajari dalam meteorologi adalah fenomena disekitar lintang ekuator, yaitu di daerah tropis. Meteorologi Tropis adalah ilmu yang mempelajari keadaan cuaca dan fenomenanya dari sifat fisis dan dinamis di daerah tropis.
2. Batasan Wilayah
Seperti dijelaskan diatas meteorologi tropis hanyalah mempelajari keadaan atmosfer didaerah tropis, namun harus dipahami terlebih dahulu apa yang disebut dengan daerah tropis. Daerah tropis secara umum dapat disimpulkan memiliki keunikan sebagai berikut :
1. Berada di daerah lintang 23,5o LU sampai 23,5o LS
Daerah ini ditetapkan sebagai daerah tropis karena merupakan daerah dimana terjadi perjalanan matahari semu. Perjalanan ini adalah posisi dimana titik nadir matahari terhadap permukaan bumi mengalami osilasi dari lintasan equator selama 1 tahun. Penyimpangan tersebut dikarenakan karena adanya kemiringan sumbu tegak bumi terhadap sumbu tegak rotasinya sebanyak 23,5o pada saat berada di titik terjauhnya dari matahari pada saat berevolusi. Keadaan ini terjadi sebagai akibat lintasan bumi yang berbentuk elips, sehingga untuk bisa mempercepat gerakan di perihelium, maka posisi bumi akan mengalami kemiringan agar mengalami percepatan.
Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini. Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.
Titik perihelium (terjauh) dari matahari ini terjadi pada saat bulan Desember dan Juni. Sehingga pada bulan Desember maka matahari berada di posisi 23,5o LS atau disebut juga Tropics of Capricorn, sedangkan pada bulan Juni, matahari berada di 23,5o LU yang disebut juga Tropics of Cancer. Matahari akan melintasi Equator sebanyak dua kali pada bulan Maret dan Oktober. Pola ini akan membentuk lintasan yang sinusoidal. Pengaruh dari keadaan ini adalah transfer panas dari matahari akan bertumpuk pada daerah tersebut yang mempengaruhi keadaan atmosfer dan factor cuaca lainnya.
2. Daerah yang mengalami perubahan arah angin pada ketinggian 700mb
Sirkulasi umum angin yang terjadi akibat perbedaan tekanan yang dipengaruhi oleh intensitas matahari di daerah tropis mengakibatkan pola dimana udara didaerah subtropis bergerak kearah equator dan diatas lintang subtropics akan menuju kutub yang tekanannya lebih kecil. Batas antara kedua arah ini terlihat jelas pada ketinggian 700mb didaerah batas tropis. Batas ini sering disebut juga sebagai daerah Lintang Kuda. Daerah ini merupakan daerah subsiden dimana pola divergensi sering terjadi, sehingga udara pada atmosfer atas akan turun mengisi kekosongan udara permukaan yang bergerak kearah utara dan selatan.
3. Pola cuaca yang ekstrem dengan daerah lintang tinggi.
Seperti dijelaskan diatas daerah tropis mengalami intensitas radiasi yang lebih banyak dengan daerah lintang tinggi. Hal ini mengakibatkan proses konveksi yang lebih besar sehingga pertumbuhan awan akan sangat tinggi. Didaerah lintang tinggi pada umumnya mengalami proses pembentukan awan yang bersifat adveksi, hal ini mengakibatkan proses kondensasi terjadi pada suhu titik beku atau diatasnya. Pada daerah tropis dimana sering terjadi konveksi, proses kondensasi dapat terjadi pada ketinggian yang rendah, sehingga memungkinkan terjadi pada suhu diatas < 10oC. Lapisan tropopause yang berada lebih tinggi daripada daerah kutub juga mengakibatkan kemungkinan untuk tumbuhnya awan lebih tinggi sampai mendekati 18km. Awan yang terbentuk setebal ini dan diakibatkan oleh konveksi disebut awan Cumulonimbus atau Hot Tower. Sehingga sering dijumpai awan-awan cumulus yang dalam waktu sekejap berubah menjadi badai.
Selain dari sifat-sifat diatas untuk menentukan batasan daerah tropis sangat bergantung pada keadaan lokal yaitu sifat orografis dan topografisnya. Hal ini disebabkan karena pada lintang sekitar tropis dan subtropics, sering dijumpai pola laut yang luas, pegunungan, gurun dan dataran yang mempengaruhi dalam pembentukan sirkulasi umum angin. Dalam mempelajari atmosfer tropis biasanya daerah pembelajaran akan diperluas menjadi 30oLUsampai 30oLS hal ini dikao Tekanan Udara yang lebih rendah
o Radiasi matahari dan intensitas yang diterima lebih besar
o Pola angin yang monsunal diakibatkan oleh pembentukan tekanan rendah pada saat matahari mencapai daerah 23,5o
o Pembentukan awan yang lebih banyak, khususnya awan-awan konvektif
o Intensitas curah hujan yang lebih tinggi

Fenomena cuaca atau iklim khusus yang terjadi di daerah tropis antara lain :

o ITCZ (InterTropical Convergen Zone), merupakan istilah untuk menggambarkan keadaan konvergensi dari angin pasat (Travelling Wind).
o Hot Tower, yaitu pembentukan awan konveksi yang sangat tingi sehingga dapat menghasilkan endapan yang sangat besar. Selain itu awan ini juga sering mengakibatkan angin squall yang berbahaya bagi penerbangan.
o Palung monsoon dan buffer system, yang mempengaruhi daerah dengan curah hujan tinggi.
o Siklon Tropis, yaitu badai atau pusaran angin yang terus meningkat yang tumbuh didaerah perairan tropis namun berkembang dan mengarah ke daerah subtropics diakibatkan gaya corioli. Pertumbuhan siklon ini diakibatkan karena adanya suhu permukaan laut daerah tropis yang panas, sehingga energi yang dihasilkan semakin tinggi dan menjadi faktor utama terbentuknya tekanan rendah dan pertumbuhan awan.
o Elnino dan Lanina, merupakan gejala iklim tropis yang diakibatkan oleh perbedaan suhu muka laut di daerah Samudera Pasifik Timur dengan Samudera Hindia. Perbedaan ini akan mengakibatkan siklus angin  Walker yang dapat berosilasi ke timur-barat.  Apabila siklus ini bergeser ke timur maka pembentukan awan di daerah Indonesia akan bergeser ke daerah Pasifik, sehingga mengakibatkan kekeringan, gejala ini disebut Elnino. Apabila siklus Walker bergeser ke barat maka pembentukan awan di Indonesia akan semakin meningkat, gejala ini disebut Lanina.
o Madden-Julian Oscillation (MJO), merupakan gejala iklim tropis yang hampir sama seperti Elnino, namun terjadi di daerah samudera Hindia dan Pasifik Barat.

4. Observasi Cuaca Tropis
Meteorologi tropis merupakan bahasan yang unik, sehingga pada tahun 1950-an WMO telah menetapkan sebagai bagian dari program World Weather Watch (WWW). Oleh sebab itu pengamatan yang dilakukan penting guna menunjang pengamatan cuaca secara global. Selain itu memang telah diketahui bahwa fenomena cuaca didaerah tropis sangat memberikan efek besar kepada perubahan cuaca dunia, hal ini diakibatkan sumber energi utama dari terbentuknya cuaca yaitu radiasi matahari bertumpuk di daerah tropis. Untuk itu diperlukan pengamatan yang rapat untuk menghasilkan analisa dan studi yang mendalam tentang keadaan atmosfer tropis.
Indonesia merupakan daerah tropis yang unik, karena atmosfernya dipengaruhi oleh kehadiran angin pasat, aliran angin monsunal, iklim maritim, dan pengaruh lokal. Distribusi perairan yang sangat luas menjadikan daerah Indonesia agak suli dalam melaksanakan pengamatan, oleh sebab itu selain stasiun meteorologi sinoptik dan stasiun meteorologi maritim, maka diperlukan tambahan alat-alat lain untuk merapatkan pengamatan seperti buoys, radar dan satelit cuaca, serta pengamatan udara atas.

BAB II Siklon tropis
Dalam meteorologi, siklon tropis (atau hurikan, angin puyuh, badai tropis, taifun, atau angin ribut tergantung pada daerah dan kekuatannya) adalah sebuah jenis sistem tekanan udara rendah yang terbentuk secara umum di daerah tropis. Sementara angin sejenisnya bisa bersifat destruktif tinggi, siklon tropis adalah bagian penting dari sistem sirkulasi atmosfer, yang memindahkan panas dari daerah khatulistiwa menuju garis lintang yang lebih tinggi.
Hurikan Ivan dilihat dari Stasiun Luar Angkasa Internasional, September 2004.
Daerah pertumbuhan siklon tropis paling subur di dunia adalah Samudra Hindia dan perairan barat Australia. Sebagaimana dijelaskan Biro Meteorologi Australia, pertumbuhan siklon di kawasan tersebut mencapai rerata 10 kali per tahun. Siklon tropis selain menghancurkan daerah yang dilewati, juga menyebabkan banjir. Australia telah mengembangkan peringatan dini untuk mengurangi tingkat risiko ancaman siklon tropis sejak era 1960-an.
1.Gumpalan mesin bara
Berdasarkan strukturnya, siklon tropis adalah daerah raksasa aktivitas awan, angin, dan badai petir yang berkisar. Sumber energi primer sebuah siklon tropis adalah pelepasan panas kondensasi/pengembunan dari uap air yang mengembun pada ketinggian. Oleh sebab itu, siklon tropis bisa ditafsirkan sebagai mesin bara cacak raksasa.
Unsur-unsur dari siklon tropis meliputi kecaburan cuaca yang telah ada, samudra tropis hangat, lengas (uap lembab), dan angin ringan tinggi relatif. Jika kondisi yang tepat berkuat cukup lama, mereka dapat bertautan untuk menghasilkan angin sengit, ombak luar biasa, hujan amat deras, dan banjir berdampingan dengan fenomena ini.
Penggunaan kondensasi ini sebagai sebuah tenaga pendorong adalah furak primer yang membedakan siklon tropis dari fenomena meteorologis lainnya. Siklon garis lintang tengah, misalnya, menggambarkan energi mereka sebagian besar dari naik turunnya suhu di atmosfer yang telah ada. Dalam rangka meneruskan untuk mendorong mesin baranya, siklon tropis harus tetap di atas air hangat, yang menyajikan kelembaban atmosfer yang dibutuhkan. Penguapan lengas ini dipacu oleh angin tinggi dan tekanan atmosfer yang dikurangi yang hadir di badainya, mengakibatkan siklus berlarut-larut. Sebagai hasilnya, saat sebuah siklon tropis melewati atas daratan, kekuatannya akan menipis dengan
2.Klasifikasi dan terminologi
Badai Catarina
Siklon tropis digolongkan ke dalam tiga kelompok utama: depresi tropis, badai tropis, dan kelompok ketiga yang namanya tergantung pada daerah.
Depresi tropis adalah sistem terjuntrung awan dan badai petir dengan sirkulasi dan angin berlarut maksimum permukaan terarasi kurang dari 17 meter per detik (33 knot, 38 m/j, atau 62 km/j). Ia tidak mempunyai mata, dan tidak khas dengan bentuk berpilin dari badai-badai yang lebih kuat. Ia sudah menjadi sistem tekanan rendah, namun, karenanya bernama "depresi".
Badai tropis adalah sistem terjuntrung dari badai petir kuat dengan sirkulasi dan angin berlarut maksimum permukaan terarasi di antara 17 dan 33 meter per detik (34-63 knot, 39-73 m/j, atau 62-117 km/j). Pada waktu ini, bentuk siklon tersendiri mulai terbina, walau matanya biasanya tak muncul.
Pengistilahan yang digunakan untuk mendeskripsikan siklon tropis dengan angin berlarut maksimal yang melampaui 33 meter per sekon (63 knot, 73 m/j, atau 117 km/j) bervariasi tergantung daerah asalnya, misalnya sebagai berikut:
  • Hurikan di Samudra Atlantik Utara, Samudra Pasifik sebelah timur batas penanggalan internasional, dan Samudra Pasifik Selatan sebelah timur 160°BT
  • Taifun di Samudra Pasifik Barat Daya sebelah barat garis penanggalan
  • Siklon tropis gawat di Samudra Pasifik Barat Daya sebelah barat 160°BT atau Samudra Hindia Timur Laut sebelah timur 90°BT
  • Badai siklon gawat di Samudra Hindia Utara
  • Siklon tropis di Samudra Hindia Barat Daya
Di tempat lain di dunia, hurikan telah dikenal sebagai Bagyo di Filipina, Chubasco di Meksiko, dan Taino di Haiti.
Bagian tengah badai siklon tropis yang disebut mata merupakan lingkaran berdiameter antara 10 hingga 100 kilometer, paling sering dilaporkan sekitar 40 meter. Kecepatan angin bagian ini lebih rendah bahkan berlangit cerah. Mata dikelilingi dinding awan padat setingi 16 kilometer dengan angin dan hujan yang hebat.
3.Etimologi
  • Kata taifun berasal dari frasa Tionghoa tái fēng atau dalam bahasa Jepang "dai fuun"(颱風)yang berarti "angin besar". Pengejaan Indonesia juga mengusulkan hubungan dengan kata Persia, طوفان Taufân, berkaitan dengan kata Yunani, Typhon.
  • Kata hurikan diturunkan dari nama dewa badai pribumi Amerindian Karibia, Huracan.
  • Kata siklon berasal dari kata Yunani kyklos = "lingkaran", "roda
 4.Banjir pantai
Sebagai banjir dikaitkan dengan terjadinya badai tropis (juga disebut angin puyuh laut atau taifun). Banjir yang membawa bencana dari luapan air hujan sering makin parah akibat badai yang dipicu oleh angin kencang sepanjang pantai. Air garam membanjiri daratan akibat satu atau perpaduan dampak gelombang pasang, badai, atau tsunami (gelombang pasang). Sama seperti banjir luapan sungai, hujan lebat yang jatuh di kawasan geografis luas akan menghasilkan banjir besar di lembah-lembah pesisir yang mendekati muara sungai.
 5.Kejadian siklon tropis atau badai
Kerusakan yang diakibatkan Badai Andrew, siklon tropis terburuk dalam sejarah Amerika Serikat.
Tanda-tanda kelahiran suatu badai tropis bisa diperkirakan. Keberadaan dan pergerakannya pun bisa diamati dengan teknologi. Hanya kadang-kadang, tanda-tanda badai bisa diamati, dirasakan dan dibandingkan.
  • Badai Fiona: Tanggal 6 Februari 2003 badai siklon tropis Fiona berada di 300 mil lepas pantai selatan Jawa. Diperkirakan angin di pusat badai berkecepatan 104 mil per jam dan ekor badai mencapai 84 mil per jam.
  • Siklon Ivy tanggal 27 Februari 2004, dengan terbentuknya pusat tekanan rendah yang memusat dan memutar. Hal ini terjadi di Samudra Pasifik di sebelah tenggara Papua dan di Samudra Hindia dekat Australia. Siklon di Samudra Pasifik ini dinamakan Tropical Cyclone Ivy dan di sebelah Barat Australia dinamakan Tropical Cyclone Monty. Pengaruh Siklon Ivy saat itu lebih dominan, ia menarik awan-awan yang ada di Indonesia ke arah pusat siklon (sebelah tenggara Papua). Akibatnya sebagian besar wilayah Indonesia berpeluang cerah hingga berawan sejenak setelah sebelumnya dilanda hujan berhari-hari. Hanya wilayah Papua yang berpeluang kuat hujan lebat karena lebih dekat dengan pusat siklon Ivy.
  • Badai siklon tropis Fay di laut Timor tanggal 17 Maret 2004 pukul 9:30 waktu setempat, bergerak ke arah barat daya dengan kecepatan gerak 6 kilometer per jam. Publikasi semacam ini terus diperbaharui dan diwartakan badan meteorologi Indonesia dan Australia sebagai peringatan awal pada penduduknya. Harian KOMPAS pada hari yang sama memperingatkan adanya gelombang 1,5 hingga 2,5 meter di Samudra Hindia yang berbahaya bagi kapal-kapal nelayan, tongkang dan feri.
  • Ancaman badai yang menimpa Yogyakarta baru-baru ini. Badai ini mengancam kawasan pantai selatan Yogyakarta, antara tanggal 9 Februari sampai 11 Februari 2005. Pemprov menyediakan 5 unit alarm dan posko-posko sebagai antisipasi dari badai yang akhirnya tidak kunjung datang ini. Siklon tropis di Selatan Indonesia ini, selalu muncul setiap tahun pada Januari-Maret. Penyebabnya adalah tingginya suhu muka laut di timur laut Australia. Wilayah Indonesia tak dilalui pusat badai tropis, hanya terkena imbas dari ekor badai tersebut. Imbasnya berupa angin kencang, hujan deras, dan tingginya gelombang laut. Pemunculan siklon diawali pusat tekanan rendah di barat laut Australia dan bergerak menuju barat daya. Efek yang biasa diterima pantai selatan Indonesia biasaya pengaruh dari ekor siklon, bukan akibat pusat badai tropis.

BAB III LA NINA
1.Pengertian La Nina

Gambar 1. Peta Suhu Muka Laut pada Kondisi La Nina
Dalam bahasa latin La Nina berarti "gadis cilik". La Nina merupakan suatu kondisi dimana terjadi penurunan suhu muka laut di kawasan Timur equator di Lautan Pasifik, La Nina tidak dapat dilihat secara fisik, periodenya pun tidak tetap.

2.Proses Terjadinya La Nina


Gambar 2. Proses Terjadinya La Nina

Pada saat terjadi La Nina angin passat timur yang bertiup di sepanjang Samudra Pasifik menguat ( Sirkulasi Walker bergeser ke arah Barat ). Sehingga massa air hangat yang terbawa semakin banyak ke arah Pasifik Barat. Akibatnya massa air dingin di Pasifik Timur bergerak ke atas dan menggantikan massa air hangat yang berpindah tersebut, hal ini biasa disebut upwelling. Dengan pergantian massa air itulah suhu permukaan laut mengalami penurunan dari nilai normalnya. La Nina umumnya terjadi pada musim dingin di Belahan Bumi Utara Khatulistiwa.

Gambar 3. Intensitas La Nina

Intensitas La Nina :  dilihat dari anomali suhu muka laut (SST)
    1. La Nina Lemah , yang ditetapkan jika SST bernilai <- 0.5 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.  
    2. La Nina sedang, yang ditetapkan jika SST bernilai antara - 0.5 s/d -1 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.  
    3. La Nina kuat, yang ditetapkan jika SST bernilai > -1 dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.
 3.Kondisi Suhu Muka Laut pada kondisi La Nina
1. Kondisi La Nina
Pada tahun La Nina jumlah air laut bertemperatur rendah yang mengalir di sepanjang Pantai Selatan Amerika dan Pasifik Timur meningkat. Wilayah Pasifik Timur dan Tengah menjadi lebih dingin dari Pasifik Barat.
Ketika terjadi La Nina :

  • Angin passat Timuran menguat, sehingga massa udara dingin meluas hingga Samudera Pasifik bagian tengah dan Timur.
  • Ini menyebabkan perubahan pola cuaca. Daerah potensi hujan meliputi wilayah Perairan Barat.
2. Kondisi Normal
Kondisi Suhu Muka Laut pada Kondisi Normal
Pada tahun-tahun normal, Suhu Muka Laut (SST) di sebelah Utara dan Timur Laut Australia ≥28°C sedangkan SST di Samudra Pasifik sekitar Amerika Selatan ±20°C (SST di Pasifik Barat 8° - 10°C lebih hangat dibandingkan dengan Pasifik Timur).
  • Angin di wilayah Samudra Pasifik Ekuatorial (Angin passat Timuran) dan air laut di bawahnya mengalir dari Timur ke Barat. Arah aliran timuran air ini sedikit berbelok ke Utara pada Bumi Belahan Utara dan ke Selatan pada Bumi Belahan Selatan.
  • Daerah yang berpotensi tumbuh awan-awan hujan adalah di Samudra Pasifik Barat, wilayah Indonesia dan Australia Utara.


4.Mendeteksi La Nina

Meskipun rata-rata La Nina terjadi setiap tiga hingga tujuh tahun sekali dan dapat berlangsung 12 hingga 36 bulan, ia tidak mempunyai periode tetap sehingga sulit diprakirakan kejadiannya pada enam hingga sembilan bulan sebelumnya. La Nina adalah sesuatu yang alami dan telah mempengaruhi wilayah Samudra Pasifik selama ratusan tahun. Namun demikian secara umum terdapat tiga parameter yang biasa digunakan untuk mendeteksi terjadinya La Nina :
1. SOI (Indeks Osilasi Selatan)
SOI adalah nilai indeks yang menyatakan perbedaan Tekanan Permukaan Laut (SLP) antara Tahiti dan Darwin, Australia.
Dengan :
  1. Pdiff         = selisih antara rata-rata satu bulan SLP Tahiti dan rata-rata SLP Darwin
  2. Pdiffav     = rata-rata jangka panjang Pdiff di bulan yang dimaksud
  3. SD(Pdiff)   = Standar Deviasi jangka panjang dari Pdiff di bulan yang dimaksud
La Nina dideteksi ketika nilai SOI positip  selama periode yang cukup lama (setidak-tidaknya tiga bulan).
2. Suhu Muka Laut
La Nina terutama ditandai dengan mendinginnya suhu muka laut di Pasifik Equator
  • SST lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya.
  • penyimpangan suhu muka laut di daerah tersebut bernilai negatif.
3. Angin passat

Gambar 4. Sirkulasi angin secara global di bumi

Selama kejadian La Nina, angin passat timur menguat. Perairan di sekitar Indonesia dan Australia menjadi lembab dan basah.


5.Dampak La Nina

La Nina merupakan fenomena cuaca skala global dan mempengaruhi kondisi iklim di berbagai tempat.
1. Dampak La Nina terhadap kondisi cuaca global

Gambar 5. Kondisi cuaca global pada periode La Nina

  1. Angin passat timuran menguat
  2. Sirkulasi Monsoon menguat
  3. Akumulasi curah hujan berkurang di wilayah Pasifik bagian timur. Cuaca di daerah ini cenderung lebih dingin dan kering.
  4. Potensi hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Barat seperti Indonesia, Malaysia dan Australia bagian Utara. Cuaca cenderung hangat dan lembab.

2. Dampak La Nina terhadap kondisi cuaca Indonesia


Gambar 6. Pengaruh La Nina terhadap cuaca di Indonesia

Fenomena La Nina menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia bertambah, bahkan sangat berpotensi menyebabkan terjadinya banjir. Peningkatan curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas La Nina tersebut. Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena La Nina.  



BAB 1V EL NINO
1.Pengertian El Nino


(Sumber : http://www.acmecompany.com/stock_thumbnails/13007.el_nino_conditions.jpg)

El Nino adalah fenomena alam dan bukan badai, secara ilmiah diartikan dengan meningkatnya suhu muka laut di sekitar Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator dari nilai rata-ratanya dan secara fisik El Nino tidak dapat dilihat.

2.Proses Terjadinya El Nino
1. Asal Muasal El Nino
El Nino berasal dari bahasa Spanyol yang berarti “anak lelaki”. Sejarahnya, pada abad ke-19 nelayan Peru menyadari 
     terjadinya kondisi menghangatnya suhu lautan yang tidak biasa di wilayah pantai Amerika Selatan, dekat Ekuador dan     meluas hingga perairan Peru. Hal ini terjadi di sekitar musim Natal pada setiap tahun. Pada tahun-tahun normal, air     laut dalam yang bersuhu rendah dan kaya akan nutrisi bergerak naik ke permukaan di wilayah dekat pantai. Kondisi ini     dikenal dengan upwelling. Upwelling ini menyebabkan daerah tersebut sebagai tempat berkumpulnya jutaan plankton     dan ikan. Ketika terjadi El Nino upwelling jadi melemah, air hangat dengan kandungan nutrisi yang rendah menyebar di     sepanjang pantai sehingga panen para nelayan berkurang.

Gilbart Walker yang mengemukaan tentang El Nino dan sekarang dikenal dengan Sirkulasi Walker yaitu sirkulasi angin      Timur-Barat di atas Perairan Pasifik Tropis. Sirkulasi ini timbul karena perbedaan temperatur di atas perairan yang luas      pada daerah tersebut.
     a. Perairan sepanjang pantai China dan Jepang, atau Carolina Utara dan Virginia, lebih hangat dibandingkan dengan          perairan sepanjang pantai Portugal dan California. Sedangkan perairan di sekitar wilayah Indonesia lebih hangat          daripada perairan di sekitar Peru, Chile dan Ekuador.
     b. Perbedaan temperatur lautan di arah Timur – Barat ini menyebabkan perbedaan tekanan udara permukaan di antara          tempat – tempat tersebut.
     c. Udara bergerak naik di wilayah lautan yang lebih hangat dan bergerak turun di di wilayah lautan yang lebih dingin.          Dan itu menyebabkan aliran udara di lapisan permukaan bergerak dari Timur ke Barat.
         Inilah yang kemudian disebut dengan angin Pasat Timuran.

Sirkulasi Timur Barat (Sirkulasi Walker) 
(sumber: http://www.bom.gov.au/lam/climate/level3/analclim/elnino.htm)

2. Kondisi Normal     
Pada tahun-tahun normal, Suhu Muka Laut (SST) di sebelah Utara dan Timur Laut Australia ≥28°C sedangkan SST di     Samudra Pasifik sekitar Amerika Selatan ±20°C (SST di Pasifik Barat 8° - 10°C lebih hangat dibandingkan dengan Pasifik     Timur).

(Sumber: http://winds.jpl.nasa.gov/images/winds_over_ocean2.gif)
    Pada kondisi netral :
  • Angin di wilayah Samudra Pasifik di sekitar ekuator ( Angin Pasat Timuran) dan air laut di bawahnya, mengalir dari Timur ke Barat. Arah aliran ini sedikit berbelok ke Utara pada Bumi Belahan Utara dan ke Selatan pada Bumi Belahan Selatan.
  • Daerah yang berpotensi tumbuh awan-awan hujan adalah di Samudra Pasifik Barat, wilayah Indonesia dan Australia Utara



3. Kondisi El Nino
Sebaran awan hujan sangat sedikit di wilayah Indonesia
    Pada tahun El Nino jumlah air laut bersuhu rendah yang mengalir di sepanjang Pantai Selatan Amerika dan Pasifik Timur     berkurang atau bahkan menghilang sama sekali. Wilayah Pasifik Timur dan Tengah menjadi sehangat Pasifik Barat.
    Ketika terjadi El Nino :
  • Angin Pasat Timuran melemah, artinya angin berbalik arah ke Barat dan mendorong wilayah potensi hujan ke Barat. Hal ini menyebabkan perubahan pola cuaca. Daerah potensi hujan meliputi wilayah Perairan Pasifik Tengah dan Timur dan Amerika Tengah.
4. Intensitas El Nino
    Masing-masing kejadian El Nino adalah unik dalam hal kekuatannya sebagaimana dampaknya pada pola turunnya hujan     maupun panjang durasinya.
    Berdasar intensitasnya El Nino dikategorikan sebagai :
  1. El Nino Lemah (Weak El Nino), jika penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator +0.5º C s/d +1,0º C dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.
  2. El Nino sedang (Moderate El Nino), jika penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator +1,1º C s/d 1,5º C dan berlangsung minimal selama 3 bulan berturut-turut.
      3. El Nino kuat (Strong El Nino), jika penyimpangan suhu muka laut di Pasifik ekuator > 1,5º C dan berlangsung minimal           selama 3 bulan berturut-turut.

5.Mendeteksi El Nino
El Nino adalah sesuatu yang alami dan telah mempengaruhi kehidupan di wilayah Samudra Pasifik selama ratusan tahun. Meskipun rata-rata El Nino terjadi setiap tiga hingga delapan tahun sekali dan dapat berlangsung 12 hingga 18 bulan, ia tidak mempunyai periode tetap. Kenyataan ini membuat El Nino sulit diprakirakan kejadiannya pada enam hingga sembilan bulan sebelumnya. Namun demikian secara umum terdapat tiga parameter yang biasa digunakan untuk mendeteksi terjadinya El Nino :
1. SOI (Indeks Osilasi Selatan)
    SOI adalah nilai indeks yang menyatakan perbedaan Tekanan Permukaan Laut (SLP) antara Tahiti dan Darwin-Australia,     secara matematika dirumuskan :
       Dengan :
  • Pdiff       = selisih antara rata-rata satu bulan SLP Tahiti dan rata-rata SLP Darwin
  • Pdiffav    = rata-rata jangka panjang Pdiff di bulan yang dimaksud
  • SD(Pdiff) = Standar Deviasi jangka panjang dari Pdiff di bulan yang dimaksud
El Nino dideteksi ketika nilai SOI negatif selama periode yang cukup lama (minimal tiga bulan).

2. Suhu Muka Laut (SST)
    El Nino terutama ditandai dengan meningkatnya suhu muka laut di Pasifik Ekuator, SST ini lebih tinggi dibandingkan     dengan rata-ratanya dan penyimpangan di daerah tersebut bernilai positif.
Pergerakan angin pasat
   
Selama kejadian El Nino, angin pasat timur melemah. Aliran ke Timur berbalik ke arah Barat. Perairan di sekitar     Indonesia dan Australia menjadi dingin dan lebih kering.

6.Dampak El Nino
(Sumber: http://www.cnn.com/WEATHER/9708/20/el.nino/effects.lg.jpg)
El Nino merupakan fenomena cuaca skala global dan mempengaruhi kondisi iklim di berbagai tempat.
1. Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca global
a) Angin pasat timuran melemah
b) Sirkulasi Monsoon melemah
c) Akumulasi curah hujan berkurang di wilayah Indonesia, Amerika Tengah dan amerika Selatan bagian Utara. Cuaca di    daerah ini cenderung lebih dingin dan kering.
d) Potensi hujan terdapat di sepanjang Pasifik Ekuatorial Tengah dan Barat serta wilayah Argentina. Cuaca cenderung     hangat dan lembab.
(Sumber: http://www.physics.ohio-state.edu/~wilkins/writing/Samples/shortmed/larsonshort/nino.gif)
2. Dampak El Nino terhadap kondisi cuaca Indonesia
Fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia berkurang, tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut. Namun karena posisi geografis Indonesia yang dikenal sebagai benua maritim, maka tidak seluruh wilayah Indonesia dipengaruhi oleh fenomena El Nino.
El Nino pernah menimbulkan kekeringan panjang di Indonesia. Curah hujan berkurang dan keadaan bertambah menjadi      lebih buruk dengan meluasnya kebakaran hutan dan asap yang ditimbulkannya.
(Sumber: http://www.pbs.org/wgbh/nova/elnino/reach/across.html)
Kekeringan dan kebakaran hutan terparah yang pernah terjadi selama 50 tahun terjadi di tahun 1997. Polusi udara yang ditimbulkannya menyebar hingga ke seluruh wilayah ditambah Negara-negara tetangga –Brunei, Filipina, dan Thailand-.
  

BAB V MADDEN-JULIAN OSCILLATION
1.Penemuan
Cuaca di daerah tropis tak dapat diprediksi seperti halnya di daerah lintang sedang. Hal ini disebabkan di daerah lintang sedang variabel-variabel cuaca (awan, presipitasi, angin, suhu dan tekanan) sebagian besar ditentukan oleh gelombang Rossby troposfer atas (upper-tropospheric) yang berinteraksi dengan cuaca permukaan dalam suatu proses yang disebut instabilitas baroklinik (Catatan 13.B). Di daerah tropis ini tak ada suatu instabilitas yang dominan atau pergerakan gelombang dan karena itu cuaca dapat diprediksi tak lebih pada periode 1-10 hari. Sampai sekarang dipercaya bahwa variasi cuaca daerah tropis dalam skala waktu pada dasarnya acak.

Di tahun 1971 Rolland Madden dan Paul Julian (1) menemukan secara tiba-tiba suatu osilasi 40-50 hari ketika menganalisa anomali zona angin di daerah tropis Pasifik. Mereka menggunakan pencatatan 10 tahunan tekanan di Kanton (pada 2,8°S di Pasifik) dan angin upper-level di Singapura. Osilasi permukaan dan angin upper-level yang ditandai selesai di Singapura. Hingga awal 1980-an perhatian sedikit terbayar dengan osilasi ini, yang menjadi terkenal sebagai Madden-Julian Oscillation (MJO) dan beberapa ilmuwan mempertanyakan kesignifikanannya secara global. Sejak peristiwa El-Nino 1982-1983, ada variasi frekuensi rendah di daerah tropis, keduanya dalam skala waktu intra-musiman (kurang dari satu tahun) dan inter-musiman (lebih dari satu tahun), telah mendapatkan lebih banyak perhatian, dan jumlah publikasi yang berkaitan dengan MJO meningkat drastis.

MJO juga berkenaan sebagai osilasi hari 30-60 atau hari 40-50, menghasilkan fluktuasi utama intra-musiman yang menjelaskan variasi-variasi cuaca di daerah tropis. MJO mempengaruhi seluruh troposfer daerah tropis bahkan lebih jelas di Samudera Hindia dan di barat Samudera Pasifik. MJO meliputi variasi-variasi dalam hal angin, suhu permukaan laut (SST), perawanan dan curah hujan. Dikarenakan kebanyakan curah hujan di tropis konvektif, dan awan tinggi konvektif sangat dingin (emitting little longwave radiation), serta MJO paling jelas dalam variasi outgoing longwave radiation (OLR) setara ukurannya dengan suatu sensor infra-merah di sebuah satelit.

Gambar 1. (dari Elleman, 1997) menunjukkan bagaimana anomali OLR di timur menyebar ke timur pada kecepatan sekitar 5 m/detik. Sinyal OLR di belahan bumi barat lebih lemah dan interval yang berulang-ulang untuk arah ke timur menyebarkan anomali OLR di belahan bumi timur sekitar 30 sampai 60 hari. Bagaimana pastinya penyebaran anomali dari garis penanggalan (dateline) ke Afrika (yaitu melalui belahan bumi barat) tak begitu dimengerti. Terlihat di dekat garis penanggalan (dateline) suatu gelombang Kelvin yang lemah menyebar ke arah timur dan ke arah kutub pada kecepatan melebihi 10 m/detik.

Sehubungan dengan penyebaran anomali konvektif, MJO meliputi variasi-variasi dalam sirkulasi global. MJO mempengaruhi intensitas dan periode perubahan angin monsoon Asia dan Australia dan berinteraksi dengan El-Nino. Musim hujan dalam monsoon Australia terjadi sekitar 40 hari yang terpisah. Berhampiran dengan korelasi lemah dengan pola curah hujan daerah lintang sedang dan karakteristik arus jet (jet stream) juga ditemukan (2).


Gambar 1. Permukaan dari radiasi outgoing longwave di sekitar globe antara 5° S dan 5° U selama 6 bulan (10/1991 hingga 3/1992). Interval kontur adalah 5 Wm-2. Area yang biru mempunyai anomali negatif melebihi 5 Wm-2. Data telah disaring untuk memindahkan variasi frekuensi tinggi (< class="fullpost">

2.Struktur dari gelombang Madden-Julian
Di pusat konvensi tekanan, langit yang bersih diasosiasikan dengan suatu inversi angin pasat (trade wind) yang lebih kuat daripada normal memberikan radiasi gelombang pendek yang menjangkau permukaan lautan (Gambar 2), menyebabkan suatu peningkatan SST yang kecil meningkat dengan gelombang bergerak ke arah timur (3). Angin pasat (trade wind) sangat kuat daripada normal, menjelaskan evaporasi yang tinggi dari permukaan laut.

Gambar 2. Skema MJO. Bagian silang mewakili sabuk ekuatorial di sekitar globe, atau tepat pada belahan bumi timur. E berdiri untuk evaporasi, SW untuk radiasi gelombang pendek yang diserap oleh lautan. Panah hijau penuh menunjukkan lokasi konvergensi kelembapan terkuat. Panah hijau berlubang menunjukkan siklus anomali yang dihubungkan dengan MJO. Area konveksi lemah (enhanced convection) dindikasikan sebagai skema kuning hujan badai (thunderstrom) (diadaptasi dari Elleman,1997).

Angin dari arah timur (dan angka evaporasi) melemah di dekat tepi kawasan konveksi tekanan, dan menuju pada konvergensi tekanan tingkat rendah (low-level moisture convergence). Hal ini memicu konveksi yang dalam, menuju paruh lain dari osilasi OLR, yaitu kawasan enhanced convection. Kawasan ini terdiri dari satu atau lebih kumpulan awan yang besar (super cloud clusters/SCCs) yang bergerak ke arah timur sepanjang gelombang MJ. Dalam SCCs, pergerakan ke barat kumpulan awan membentuk tepian timur SCC dan berhenti di tepi barat. Kelompok-kelompok kecil tersendiri bergerak ke timur, biasanya dengan sebaran diskret dan mempunyai usia 6-12 jam. Perjalanan SCCs ke arah timur pada kecepatan 5-10 m/detik, tak selama badai yang kompleks (storm complex) tapi lebih dari pergerakan suatu gelombang atau osilasi, yaitu MJO. MJO mempunyai jumlah gelombang 1-2, pada waktu sedikit ada satu atau dua daerah sekitar ekuator dengan konveksi kuat (enhanced convection) dan satu atau dua dengan konveksi lemah (suppressed convection).

3.Pergerakan

Ekuator menangkap gelombang (gelombang Kelvin dan Rossby) yang menjelaskan perkembangan peristiwa El-Nino (Catatan 11.C) juga mekanisme pergerakan dari MJO. Gelombang-gelombang ini terjadi di segenap troposfer dari 30° U ke 30° S, sebagian besar pada belahan bumi timur. Permukaan udara mengalir dari konveksi di kedua arah zona terhadap kawasan enhanced convection. Di atas troposfer, anomali ke timur keluar dari sisi barat konveksi kuat (enhanced convection) (Gambar 2). Yang kuat dari barat berasal dari sisi timur konveksi kuat (enhanced convection) mengalir menuju konveksi lemah (suppressed convection). (Gambar 3 dari 4). Ketika suppressed convection dari Samudera Hindia di pertengahan Samudera Pasifik, siklon anomali berputar pada 200 mb mengikuti kawasan konveksi lemah (suppressed convection). Demikian pula, antisiklon berputar pada 200 mb mengikuti kawasan konveksi lemah (suppressed convection) ketika itu menjadi kuat di Samudera Hindia dan barat Pasifik. Perputaran pada artian berlawanan dibuat pada permukaan, tapi mereka lebih lemah daripada ketika di tropopause. Sirkulasi zona dan perputaran horizontal adalah proses penting daripada massa berjalan MJO di sekitar daerah tropis.

Penjelasan di atas sederhana, pada keadaan ideal osilasi, sebagaimana terisolasi dari variasi-variasi lain. Sebagaimana yang dimaksudkan sebelumnya, kecepatan dan ukuran bervariasi, dan MJO sebagian besar menyebabkan pola curah hujan di Indonesia dan area sekitarnya. Tak semua bagian dari MJO: konveksi, zona angin, konvergensi kelembapan dan anomali SST selalu dapat dilihat (5). Hal ini hanya ketika hari 30-60 dikutip dari suatu rangkaian peristiwa MJO yang merupakan gambaran ideal kemunculan MJO. Urutan osilasi mempunyai variasi amplitudo, periode dan panjang gelombang campuran Kelvin-Rossby di sepanjang belahan bumi timur, tapi di sepanjang belahan bumi barat hanya menunjukkan suatu struktur gelombang Kelvin. Gelombang itu bergerak melalui belahan bumi barat pada kecepatan lebih tinggi (setidaknya 10 m/detik). Osilasi lebih kuat di musim dingin belahan bumi utara. Di musim ini juga anomali negatif OLR paling mungkin menyebar di sepanjang ekuator dari Samudera Hindia ke pusat Samudera Pasifik. Di musim panas belahan bumi utara, banyak dari anomali berbelok dari daerah tropis sebelum mereka jadi di pusat Samudera pasifik.                                 
Meskipun kompleksitas dan ketergantungannya pada konveksi, inti dari MJO (periodesitas, struktur dan zona asimetri) dapat disimulasikan dalam suatu GCM (7).
  

DAFTAR PUSTAKA
1.              http ://quickguack.wordpress.com/2009/09/09/paper meteorology tropis
2.              http ://id.wikepedia.urg/wiki/siklon tropis
3.              http://ustadzklimat.blogspot.com/2009/03/madden-julian-oscillation-mjohttp

Tidak ada komentar: