Sensor dan Transduser
Pendahuluan
Kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi dari masa ke masa berkembang cepat terutama dibidang otomasi
industri. Perkembangan ini tampak jelas di industri pemabrikan, dimana sebelumnya
banyak pekerjaan menggunakan tangan manusia, kemudian beralih menggunakan
mesin, berikutnya dengan electro-mechanic
(semi otomatis) dan sekarang sudah menggunakan robotic (full automatic) seperti penggunaan Flexible Manufacturing Systems (FMS)
dan Computerized Integrated Manufacture
(CIM) dan sebagainya.
Model apapun yang digunakan dalam
sistem otomasi pemabrikan sangat tergantung kepada keandalan sistem kendali
yang dipakai. Hasil penelitian menunjukan
secanggih apapun sistem kendali yang dipakai akan sangat tergantung
kepada sensor maupun transduser yang digunakan..
Sensor dan transduser merupakan peralatan atau komponen
yang mempunyai peranan penting dalam sebuah sistem pengaturan otomatis.
Ketepatan dan kesesuaian dalam memilih sebuah sensor
akan sangat menentukan kinerja dari sistem
pengaturan secara otomatis.
Besaran masukan pada kebanyakan sistem kendali adalah
bukan besaran listrik, seperti besaran fisika, kimia, mekanis dan sebagainya.
Untuk memakaikan besaran listrik pada
sistem pengukuran, atau sistem manipulasi atau sistem pengontrolan, maka
biasanya besaran yang bukan listrik diubah terlebih dahulu menjadi suatu sinyal
listrik melalui sebuah alat yang disebut transducer
Sebelum lebih jauh kita mempelajari sensor dan
transduser ada sebuah alat lagi yang selalu melengkapi dan mengiringi
keberadaan sensor dan transduser dalam sebuah sistem pengukuran, atau sistem
manipulasi, maupun sistem pengontrolan yaitu yang disebut alat ukur.
1.1. Definisi-definisi
D Sharon, dkk (1982), mengatakan sensor adalah suatu peralatan yang berfungsi untuk mendeteksi
gejala-gejala atau sinyal-sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi
seperti energi listrik, energi fisika, energi kimia, energi biologi, energi
mekanik dan sebagainya..
Contoh; Camera sebagai sensor penglihatan, telinga sebagai sensor
pendengaran, kulit sebagai sensor peraba, LDR (light dependent resistance) sebagai sensor cahaya, dan lainnya.
William D.C, (1993), mengatakan transduser adalah sebuah alat yang bila digerakan oleh suatu energi
di dalam sebuah sistem transmisi, akan menyalurkan energi tersebut dalam bentuk
yang sama atau dalam bentuk yang berlainan ke sistem transmisi berikutnya”. Transmisi energi ini bisa berupa listrik, mekanik,
kimia, optic (radiasi) atau thermal (panas).
Contoh; generator adalah transduser
yang merubah energi mekanik menjadi energi listrik, motor adalah transduser
yang merubah energi listrik menjadi energi mekanik, dan sebagainya.
William D.C, (1993),
mengatakan alat ukur adalah sesuatu
alat yang berfungsi memberikan batasan nilai atau harga tertentu dari
gejala-gejala atau sinyal yang berasal dari perubahan suatu energi.
Contoh:
voltmeter, ampermeter untuk sinyal listrik; tachometer, speedometer untuk
kecepatan gerak mekanik, lux-meter untuk intensitas cahaya, dan sebagainya.
1.2.
Peryaratan Umum Sensor dan
Transduser
Dalam
memilih peralatan sensor dan transduser yang tepat dan sesuai dengan sistem
yang akan disensor maka perlu diperhatikan persyaratan umum sensor berikut ini
: (D Sharon, dkk, 1982)
a. Linearitas
Ada
banyak sensor yang menghasilkan sinyal keluaran yang berubah secara kontinyu
sebagai tanggapan terhadap masukan yang berubah secara kontinyu. Sebagai
contoh, sebuah sensor panas dapat menghasilkan tegangan sesuai dengan panas
yang dirasakannya. Dalam kasus seperti ini, biasanya dapat diketahui secara
tepat bagaimana perubahan keluaran dibandingkan dengan masukannya berupa sebuah
grafik.
b. Sensitivitas
Sensitivitas
akan menunjukan seberapa jauh kepekaan sensor terhadap kuantitas yang diukur. Sensitivitas sering juga dinyatakan
dengan bilangan yang menunjukan “perubahan keluaran dibandingkan unit
perubahan masukan”. Beberepa sensor
panas dapat memiliki kepekaan yang dinyatakan dengan “satu volt per derajat”,
yang berarti perubahan satu derajat pada masukan akan menghasilkan perubahan satu volt pada keluarannya. Sensor panas
lainnya dapat saja memiliki kepekaan “dua volt per derajat”, yang berarti
memiliki kepakaan dua kali dari sensor yang pertama. Linieritas sensor juga
mempengaruhi sensitivitas dari sensor. Apabila tanggapannya linier, maka
sensitivitasnya juga akan sama untuk jangkauan pengukuran keseluruhan. Sensor dengan tanggapan paga gambar
1.1(b) akan lebih peka pada temperatur yang tinggi dari pada temperatur yang
rendah.
c. Tanggapan Waktu
Tanggapan
waktu pada sensor menunjukan seberapa cepat tanggapannya terhadap perubahan
masukan. Sebagai
contoh, instrumen dengan tanggapan frekuensi yang jelek adalah sebuah
termometer merkuri. Masukannya adalah temperatur dan keluarannya adalah posisi
merkuri. Misalkan perubahan temperatur terjadi sedikit demi sedikit dan
kontinyu terhadap waktu, seperti tampak pada gambar 1.2(a).
Frekuensi adalah jumlah
siklus dalam satu detik dan diberikan dalam satuan hertz (Hz). { 1 hertz
berarti 1 siklus per detik, 1 kilohertz berarti 1000 siklus per detik]. Pada
frekuensi rendah, yaitu pada saat temperatur berubah secara lambat, termometer
akan mengikuti perubahan tersebut dengan “setia”. Tetapi apabila perubahan
temperatur sangat cepat lihat gambar 1.2(b) maka tidak diharapkan akan melihat
perubahan besar pada termometer merkuri, karena ia bersifat lamban dan hanya
akan menunjukan temperatur rata-rata.
Ada bermacam cara untuk menyatakan tanggapan
frekuensi sebuah sensor. Misalnya “satu milivolt pada 500 hertz”. Tanggapan frekuensi
dapat pula dinyatakan dengan “decibel
(db)”, yaitu untuk membandingkan daya keluaran pada frekuensi tertentu dengan
daya keluaran pada frekuensi referensi.
Yayan I.B, (1998), mengatakan ketentuan
lain yang perlu diperhatikan dalam memilih sensor yang tepat adalah dengan mengajukan beberapa pertanyaan
berikut ini:
a.
Apakah ukuran fisik sensor cukup memenuhi untuk dipasang pada tempat yang
diperlukan?
b.
Apakah ia cukup akurat?
c.
Apakah ia bekerja pada jangkauan yang sesuai?
d.
Apakah ia akan mempengaruhi kuantitas yang sedang diukur?.
Sebagai contoh, bila sebuah sensor panas
yang besar dicelupkan kedalam jumlah air air yang kecil, malah menimbulkan efek
memanaskan air tersebut, bukan menyensornya.
e.
Apakah ia tidak mudah rusak dalam pemakaiannya?.
f.
Apakah ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya?
g.
Apakah biayanya terlalu mahal?
1.3.
Jenis Sensor dan Transduser
Perkembangan sensor dan transduser sangat
cepat sesuai kemajuan teknologi otomasi, semakin komplek suatu sistem otomasi
dibangun maka semakin banyak jenis sensor yang digunakan.
Robotik adalah sebagai
contoh penerapan sistem otomasi yang kompleks, disini sensor yang digunakan dapat dikatagorikan
menjadi dua jenis sensor yaitu: (D Sharon, dkk, 1982)
a. Internal sensor, yaitu sensor yang dipasang di dalam bodi robot.
Sensor
internal diperlukan untuk mengamati posisi, kecepatan, dan akselerasi berbagai sambungan mekanik pada robot, dan
merupakan bagian dari mekanisme servo.
b. External sensor, yaitu sensor yang dipasang diluar bodi robot.
Sensor
eksternal diperlukan karena dua macam alasan yaitu:
1)
Untuk keamanan dan
2)
Untuk penuntun.
Yang dimaksud untuk keamanan” adalah
termasuk keamanan robot, yaitu perlindungan terhadap robot dari kerusakan yang
ditimbulkannya sendiri, serta keamanan untuk peralatan, komponen, dan
orang-orang dilingkungan dimana robot tersebut digunakan. Berikut ini adalah
dua contoh sederhana untuk mengilustrasikan kasus diatas.
Contoh pertama: andaikan sebuah robot
bergerak keposisinya yang baru dan ia menemui suatu halangan, yang dapat berupa
mesin lain misalnya. Apabila robot tidak memiliki sensor yang mampu mendeteksi
halangan tersebut, baik sebelum atau setelah terjadi kontak, maka akibatnya
akan terjadi kerusakan.
Contoh kedua: sensor untuk keamanan diilustrasikan
dengan problem robot dalam mengambil sebuah telur. Apabila pada robot dipasang
pencengkram mekanik (gripper), maka
sensor harus dapat mengukur seberapa besar tenaga yang tepat untuk mengambil
telor tersebut. Tenaga yang terlalu besar akan menyebabkan pecahnya telur,
sedangkan apabila terlalu kecil telur akan jatuh terlepas.
Kini bagaimana dengan sensor untuk penuntun
atau pemandu?. Katogori ini sangatlah luas, tetapi contoh berikut akan
memberikan pertimbangan.
Contoh pertama: komponen yang terletak diatas ban berjalan tiba di depan
robot yang diprogram untuk menyemprotnya. Apa yang akan terjadi bila sebuah
komponen hilang atau dalam posisi yang salah?. Robot tentunya harus memiliki
sensor yang dapat mendeteksi ada tidaknya komponen, karena bila tidak ia akan
menyemprot tempat yang kosong. Meskipun tidak terjadi kerusakan, tetapi hal ini
bukanlah sesuatu yang diharapkan terjadi pada suatu pabrik.
Contoh kedua: sensor untuk penuntun
diharapkan cukup canggih dalam pengelasan. Untuk melakukan operasi dengan baik,
robot haruslah menggerakkan tangkai las sepanjang garis las yang telah
ditentukan, dan juga bergerak dengan kecepatan yang tetap serta mempertahankan
suatu jarak tertentu dengan permukaannya.
Sesuai dengan fungsi sensor sebagai pendeteksi sinyal dan
meng-informasikan sinyal tersebut ke sistem berikutnya, maka peranan dan fungsi
sensor akan dilanjutkan oleh transduser. Karena keterkaitan antara sensor dan transduser
begitu erat maka pemilihan transduser yang tepat dan sesuai juga perlu diperhatikan.
1.4. Klasifikasi Sensor
Secara umum berdasarkan fungsi dan penggunaannya sensor
dapat dikelompokan menjadi 3 bagian yaitu:
a.
sensor thermal (panas)
b.
sensor mekanis
c.
sensor optik (cahaya)
Sensor
thermal adalah sensor yang digunakan untuk mendeteksi gejala perubahan
panas/temperature/suhu pada suatu dimensi benda atau dimensi ruang tertentu.
Contohnya; bimetal, termistor, termokopel, RTD, photo transistor, photo dioda,
photo multiplier, photovoltaik, infrared pyrometer, hygrometer, dsb.
Sensor
mekanis adalah sensor yang mendeteksi perubahan gerak mekanis, seperti
perpindahan atau pergeseran atau posisi, gerak lurus dan melingkar, tekanan,
aliran, level dsb.
Contoh; strain gage, linear variable
deferential transformer (LVDT), proximity, potensiometer, load cell, bourdon tube, dsb.
Sensor optic atau
cahaya adalah sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya,
pantulan cahaya ataupun bias cahaya yang mengernai benda atau ruangan.
Contoh; photo cell, photo transistor, photo diode, photo voltaic, photo
multiplier, pyrometer optic, dsb.
1.5. Klasifikasi
Transduser (William
D.C, 1993)
a. Self generating transduser (transduser pembangkit sendiri)
Self generating transduser
adalah transduser yang hanya memerlukan satu sumber energi.
Contoh: piezo electric, termocouple, photovoltatic, termistor, dsb.
Ciri transduser ini adalah dihasilkannya suatu
energi listrik dari transduser secara langsung. Dalam hal ini transduser
berperan sebagai sumber tegangan.
b. External power transduser (transduser daya dari luar)
External
power transduser adalah transduser yang memerlukan sejumlah energi dari luar untuk menghasilkan suatu
keluaran.
Contoh:
RTD (resistance thermal detector),
Starin gauge, LVDT (linier variable
differential transformer), Potensiometer, NTC, dsb.
Tabel
berikut menyajikan prinsip kerja serta pemakaian transduser berdasarkan sifat
kelistrikannya.
Tabel 1. Kelompok Transduser
Parameter listrik dan kelas transduser
|
Prinsip kerja dan sifat alat
|
Pemakaian alat
|
Transduser Pasif
|
||
Potensiometer
|
Perubahan nilai tahanan karena posisi kontak
bergeser
|
Tekanan, pergeseran/posisi
|
Strain gage
|
Perubahan nilai tahanan akibat perubahan
panjang kawat oleh tekanan dari luar
|
|
Transformator selisih (LVDT)
|
Tegangan
selisih dua kumparan primer akibat pergeseran inti trafo
|
Tekanan,
|
Gage arus pusar
|
Perubahan induktansi kumparan akibat
perubahan jarak plat
|
Pergeseran, ketebalan
|
Transduser Aktif
|
||
Sel fotoemisif
|
Emisi
elektron akibat radiasi yang masuk pada permukaan fotemisif
|
Cahaya dan radiasi
|
Photomultiplier
|
Emisi elektron sekunder akibat radiasi yang
masuk ke katoda sensitif cahaya
|
Cahaya,
radiasi dan relay sensitif cahaya
|
Termokopel
|
Pembangkitan ggl pada titik sambung dua logam
yang berbeda akibat dipanasi
|
Temperatur,
aliran panas, radiasi
|
Generator
kumparan putar (tachogenerator)
|
Perputaran sebuah kumparan di dalam
|
Kecepatan, getaran
|
Piezoelektrik
|
Pembangkitan ggl bahan kristal piezo akibat
|
Suara,
getaran, percepatan, tekanan
|
Sel foto tegangan
|
Terbangkitnya tegangan pada sel foto akibat
rangsangan energi dari luar
|
Cahaya matahari
|
Termometer tahanan (RTD)
|
Perubahan nilai tahanan kawat akibat
perubahan temperatur
|
Temperatur, panas
|
Hygrometer tahanan
|
Tahanan sebuah strip konduktif berubah
terhadap kandungan uap air
|
Kelembaban relatif
|
Termistor (NTC)
|
Penurunan nilai tahanan logam akibat kenaikan
temperatur
|
Temperatur
|
Mikropon kapasitor
|
Tekanan suara mengubah nilai kapasitansi dua
buah plat
|
Suara, musik,derau
|
Pengukuran reluktansi
|
Reluktansi
rangkaian magnetik diubah dengan mengubah posisi inti besi sebuah kumparan
|
Tekanan,
pergeseran, getaran, posisi
|
Sumber: William D.C,
(1993)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar